Fenomena seks bebas (free sex) di Aceh belakangan ini ternyata bukan cuma dominasi kalangan remaja dan pelajar. Tapi bahkan mulai ada sekumpulan wanita dewasa bermain arisan yang hadiahnya adalah mendapat kesempatan “tidur” dengan lelaki muda (berondong) yang diupah.
Selain itu, terdapat pula komunitas remaja putri di Kota Banda Aceh yang siap dipanggil oleh om-om yang transaksinya dilakukan melalui handphone, kafé, dan hotel.
"Itulah hasil pantauan BP3A belakangan ini," ungkap Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh, Dahlia MAg yang didampingi Konselor BP3A, Dra Endang Setianingsing, dikutip Cyber4rt dari laman Serambi Indonesia (Tribunnews Network), Selasa (5/3/2013) sore.
Semula Dahlia dihubungi untuk mendapatkan gambaran solusi apa yang ditawarkan dan apa peran yang dimainkan badan yang dipimpinnya itu untuk mengatasi seriusnya fenomena seks bebas di Aceh, sebagaimana dilaporkan Serambi kemarin.
Tapi ia justru lebih banyak membeberkan hasil pantauan lembaganya terkait perilaku seks bebas/seks menyimpang di sejumlah daerah di Aceh. Salah satunya adalah tentang arisan berhadiah “berondong” tadi. Cuma Dahlia masih belum mau membeberkan di kota mana di Aceh arisan berhadiah “berondong” itu berlangsung.
Begitupun, ia dengan gamblang membeberkan hasil penelitian tahun 2011 di kalangan siswa SMA dan mahasiswa Banda Aceh yang diklaimnya akurat. Bahwa berdasarkan penelitian seorang guru SMA, ternyata 6,42 persen seks bebas dilakoni oleh remaja SMA Banda Aceh dan 12,02 persen oleh mahasiswa. Sebanyak 14,72 persen diantaranya melakukan pelukan dan ciuman dengan pasangannya dan 1,82 persen melakukan hubungan intim pranikah.
"Umumnya seks bebas itu dilakukan anak-anak kos yang jauh dari orang tuanya dan tidak mempunyai aturan ketat dari pemilik kos," ujar Dahlia mengutip hasil penelitian itu.
Namun, menurut penelitian tersebut, sebagian lagi dilakukan oleh anak-anak yang masih tinggal dengan orang tuanya. Itu terjadi, karena kurangnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan anaknya.
Dalam penelitian yang hasilnya diserahkan si peneliti ke BP3A itu terungkap pula bahwa 90 persen siswa telah terbiasa menonton film porno (blue film) dan 15 persen dari mereka sudah menjadi kebutuhan. Sehingga untuk melampiaskannya mereka melakukan masturbasi atau onani.
"Faktor ingin hidup bebas, mewah, dan bersenang-senang juga menjadi pemicu terjadinya seks bebas," ujar Dahlia.
Dari segi psikologi, lanjut Dahlia, hal itu bisa berdampak pada pendidikan si anak, karena sering melalaikan tugas-tugas sekolah dan suka memberontak pada guru dan orang tuanya.
Mengantisipasi fenomena yang meresahkan itu, Dahlia menegaskan kembali pentingnya peran orang tua dalam mengawasi pergaulan anak-anaknya serta memberikan pendidikan agama sebagai modal utama dalam menjalani kehidupan. (Dewi Agustina/Serambi Indonesia)