Bila memutuskan kuliah di luar negeri, maka tidak hanya biaya
pendidikan yang menjadi pertimbangan utama, namun juga harus memikirkan
bagaimana biaya hidup selama kuliah di sana.
Biaya hidup mulai dari tempat tinggal, makan, dan kebutuhan lain di luar kuliah menjadi perhatian penting selain biaya untuk kuliah itu sendiri.
Dilansir Okezone, Jumat (16/8/2013), Australia berada di posisi teratas untuk biaya tujuan studi termahal di dunia. Paling tidak seorang mahasiswa asing harus merogoh kocek lebih dari 42.300 dolar Australia (setara Rp402,31 juta per AUD) setiap tahunnya hanya untuk biaya kuliah.
Belum lagi tingginya pajak dan mahalnya biaya hidup di Australia, membuat Negeri Kangguru ini menjadi negara dengan tujuan studi termahal.
"Kami akan menganalisa biaya-biaya hidup mahasiswa asing di sini, mulai dari biaya perjalanan, akomodasi, visa, asuransi, dan biaya makan. Lalu kami akan memberikan keringanan dan subsidi untuk biaya-biaya tersebut," papar Presiden Dewan Mahasiswa Internasional Australia, Thomson Ch'ng.
Di bawah Australia, ada Amerika Serikat dengan rata-rata biaya 39.200 dolar Austrlia (USD35.700 atau Rp370,03 juta) setahun. Diikuti Inggris dengan 33.300 dolar Australia (Rp345 juta).
Walau biaya kuliah di Australia dan Amerika Serikat tidak berbeda jauh, namun biaya hidup di Australia setiap tahunnya tidak kurang dari 14.400 dolar Australia atau setara Rp136,95 juta. Bahkan biaya kuliah di Jerman hanya seperenam dari total biaya di Australia, dengan rata-rata biaya hidup 6.900 dolar Australia (Rp65,6 juta) tiap tahunnya.
Tak heran, universitas-universitas di Australia menunjukkan penurunan jumlah mahasiswa asing yang kuliah di sana pada beberapa tahun terakhir. Tahun ini terjadi penurunan 2,2 persen pada penerimaan mahasiswa baru di Australia dan total 12 persen dari 2009-2012.
"Mempermudah pengurusan visa akan meningkatkan jumlah mahasiswa asing yang ingin mendaftar di universitas-universitas Australia. Nilai tukar dolar Australia yang rendah serta kemudahan mengurus visa akan menempatkan Australia sebagai destinasi teratas bagi para mahasiswa asing," ungkap Kepala Perbankan HSBC di Australia, Graham Heunis. (Ivan Fadil - Okezone)
Biaya hidup mulai dari tempat tinggal, makan, dan kebutuhan lain di luar kuliah menjadi perhatian penting selain biaya untuk kuliah itu sendiri.
Dilansir Okezone, Jumat (16/8/2013), Australia berada di posisi teratas untuk biaya tujuan studi termahal di dunia. Paling tidak seorang mahasiswa asing harus merogoh kocek lebih dari 42.300 dolar Australia (setara Rp402,31 juta per AUD) setiap tahunnya hanya untuk biaya kuliah.
Belum lagi tingginya pajak dan mahalnya biaya hidup di Australia, membuat Negeri Kangguru ini menjadi negara dengan tujuan studi termahal.
"Kami akan menganalisa biaya-biaya hidup mahasiswa asing di sini, mulai dari biaya perjalanan, akomodasi, visa, asuransi, dan biaya makan. Lalu kami akan memberikan keringanan dan subsidi untuk biaya-biaya tersebut," papar Presiden Dewan Mahasiswa Internasional Australia, Thomson Ch'ng.
Di bawah Australia, ada Amerika Serikat dengan rata-rata biaya 39.200 dolar Austrlia (USD35.700 atau Rp370,03 juta) setahun. Diikuti Inggris dengan 33.300 dolar Australia (Rp345 juta).
Walau biaya kuliah di Australia dan Amerika Serikat tidak berbeda jauh, namun biaya hidup di Australia setiap tahunnya tidak kurang dari 14.400 dolar Australia atau setara Rp136,95 juta. Bahkan biaya kuliah di Jerman hanya seperenam dari total biaya di Australia, dengan rata-rata biaya hidup 6.900 dolar Australia (Rp65,6 juta) tiap tahunnya.
Tak heran, universitas-universitas di Australia menunjukkan penurunan jumlah mahasiswa asing yang kuliah di sana pada beberapa tahun terakhir. Tahun ini terjadi penurunan 2,2 persen pada penerimaan mahasiswa baru di Australia dan total 12 persen dari 2009-2012.
"Mempermudah pengurusan visa akan meningkatkan jumlah mahasiswa asing yang ingin mendaftar di universitas-universitas Australia. Nilai tukar dolar Australia yang rendah serta kemudahan mengurus visa akan menempatkan Australia sebagai destinasi teratas bagi para mahasiswa asing," ungkap Kepala Perbankan HSBC di Australia, Graham Heunis. (Ivan Fadil - Okezone)